Selasa, 28 April 2015

Akuntansi Komparatif : Amerika dan Indonesia

Harmonisasi dan Konvergensi Pencatatan Amerika dan Indonesia

Globalisasi membawa implikasi bahwa hal-hal yang dahulunya merupakan kewenangan dan tangungjawab tiap negara akan dipengaruhi oleh dunia internasional. Demikian pula dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi suatu negara. Tentu saja hal ini akan menimbulkan suatu masalah ketika standar akuntansi yang dipakai di negara tersebut berbeda dengan standar akuntansi yang dipakai di negara lain. Investor dan kreditor serta calon investor dan calon kreditor akan menemui banyak kesulitan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan dengan standar yang berbeda-beda, sehingga hal ini menyebabkan laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan di suatu negara tidak akan dapat diterima di negara lain,  khususnya untuk perusahaan yang multinasional. Untuk mencegah munculnya permasalahan-permasalahan yang diakibatkan adanya perbedaan dalam standar akuntansi yang digunakan oleh berbagai negara, Dewan Komite Standar Akuntansi Internasional (Board of IASC) yang didirikan pada tahun 1973 mengeluarkan standar akuntansi internasional (IAS). Keluarnya IAS tersebut diikuti dengan beberapa intepretasi tentang IAS dalam bentuk SIC (Standing Intepretation Committee).

Setiap negara pastinya mempunyai standar akuntansi nasional untuk negaranya masing-masing, entah itu dengan membuat sendiri maupun dengan mengadopsi standar akuntansi dari negara lain atau dari standar akuntansi internasional untuk kemudian dijadikan sebagai standar akuntansi untuk negaranya, menggingat penerbitan regulasi akuntansi (standar) adalah sebuah proses yang mahal. Namun setiap negara mempunyai cara yang berbeda-beda sehingga antar satu negara dengan negara yang lain bisa berbeda standarnya.  Standar akuntansi di Amerika Serikat memperbolehkan goodwill dikapitalisasi dan dijadikan beban hanya jika goodwill tersebut mengalami penurunan nilai, sedangkan di beberapa negara lain goodwill dapat diamortisasi dengan periode yang berbeda-beda. Setiap negara memiliki cara pencatatan yang berbeda-beda. Ini dapat memperlambat kinerja dari perusahaan multinasional, maka diperlukannya harmonisasi atau konvergensi.

Harmonisasi berarti dapat juga berarti sebagai sekelompok negara yang menyepakati suatu standar akuntansi yang mirip, namun mengharuskan adanya pelaksanaan yang tidak mengikuti standar harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang disepakati bersama (Sadjiarto, 1999). Mogul (2003) mendefinisikan harmonisasi standar akuntansi sebagai proses yang berkesinambungan untuk memastikan bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum dirumuskan, selaras dan diperbarui dengan praktek internasional terbaik (GAAPs di negara-negara lain) dengan modifikasi sesuai dan mempertimbangkan kondisi domestik. Secara sederhana pengertian harmonisasi standar akuntansi dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional.
Konvergensi dalam standar akuntansi dan dalam konteks standar internasional berarti nantinya ditujukan hanya akan ada satu standar. Satu standar itulah yang kemudian berlaku menggantikan standar yang tadinya dibuat dan dipakai oleh negara itu sendiri. Sebelum ada konvergensi standar biasanya terdapat perbedaan antara standar yang dibuat dan dipakai di negara tersebut dengan standar internasional.

Konvergensi standar akan menghapus perbedaan tersebut perlahan-lahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antara standar negara tersebut dengan standar yang berlaku secara internasional. Program kovergensi IASB (International Accounting Standard Board) mengharapkan bahwa standar akuntansi di dunia menjadi satu. IFRS sebagai standar global dalam konvergensi tidak hanya dipatuhi dalam pengaturannya saja oleh badan penyusun standar tetapi juga harus dipatuhi dalam penerapannya oleh para pengguna.

Hambatan-hambatan dalam Harmonisasi dan Konvergensi Standar Akuntansi Internasional
1.                  Penerjemahan Standar Inter­nasional
IFRS diterbitkan dalam bahasa Inggris. Untuk memu­dahkan pemahaman pengguna standar maka IFRS perlu diterjemahkan dalam bahasa masing-masing negara. Hal inilah yang menjadi masalah utama dalam adopsi dan penerapan IFRS. Permasalahan ini timbul karena para penerjemah mengalami kesulitan dalam memahami arti sebenarnya istilah-istilah dalam teks bahasa Inggris tersebut.
2.                  Ketidaksesuaian antara  Stándar Internasional dan Hukum Nasional
Masalah utama lainnya adalah ketidaksesuaian antara standar internasional dengan hukum nasional. Pertama, pada beberapa negara, standar akuntansi termasuk sebagai bagian hukum nasional, sehingga standar akuntansi ditulis dalam bahasa hukum sehingga harus diubah oleh dewan standar akuntansi masing-masing negara.
3.                  Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
Masalah selanjutnya adalah adanya kekhawatiran bahwa standar internasional akan menjadi semakin tebal, semakin komplek, dan rule-based approach. Kekhawatiran timbul, jangan-jangan standar akuntansi akan mengatur secara detail setiap transaksi sehingga penyusunan laporan keuangan harus mengikuti secara detail langkah-langkah pencatatan suatu transaksi tersebut.
4.                  Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional
 Standar akuntansi internasional perlu dipahami secara jelas sebelum diterapkan. Hal ini tentu membutuhkan cukup waktu bagi penyusunan laporan keuangan untuk memahami standar akuntansi. Apabila suatu standar akuntansi sering berubah-ubah  maka sangat susah bagi laporan keuangan, auditor, dan pengguna laporan keuangan untuk memahami standar tersebut, apalagi menerapkannya. Selain itu suatu standar akuntansi yang kompleks akan menyulitkan pengguna standar untuk memahaminya.
5.                  Kurang Buku Ajar yang Berbasis IFRS
Kesulitan dalam menerapkan IFRS sedikit banyak juga dipengaruhi dari dasar pengembangan IFRS yang menggunakan "principle based" bukan "rule based". Seh­ingga IFRS, tidak mengatur secara terinci yang nantin­ya akan menyimpang dan mengarah ke "rule based". Ke­untungan "principle based" antara lain membuat aturan­nya menjadi cukup fleksibel sehingga dapat diterima dan diterapkan di seluruh negara anggotanya (IAAP, 2006).
Sebagaimana Amerika Serikat, Jepang awalnya menolak pemberlakuan IFRS. Namun, karena dipengaruhi oleh arah pergerakan global menuju pemberlakuan IFRS, tekanan Uni Eropa dan pengaruh kuat dari Amerika Serikat, Jepang akhirnya menetapkan konvergensi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2012

Sejak 2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara PSAK (Indonesian GAAP) dan IFRS. Konvergensi IFRS diharapkan akan tercapai pada 2012. Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh saat ini, persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas bisnis di Indonesia.
Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi (M&A), lintas negara. Tercatat sejumlah akuisisi lintas negara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris terhadap Sampoerna (Mei 2005), akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga (Agustus 2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A lintas negara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan dari mengadopsi IFRS (IAI, 2008).
Sedangkan untuk perusahaan kecil dan menengah Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada bulan Juli 2009 telah mengesahkan salah satu standarnya yang diberi nama Standar Akuntansi Keuangan Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Sesuai dengan namanya maka sasaran pengguna dari standar ini adalah entitas yang tidak memiliki tanggung jawab akuntabilitas kepada publik (ETAP). SAK ETAP beranalogi dengan IFRS SMEs (Small and Medium Enterprises), bahkan semangat pengembangan SAK ETAP berasal dari IFRS SMEs namun dengan beberapa penyesuaian.

Selain itu pelaporan transaksi keuangan berbasis syariah juga terus dikembangkan, dimana Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah yang akan berlaku 1 Januari 2008. Dalam penyusunan PSAK tersebut, Komite Akuntansi Syariah mengacu  pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia, selain juga pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Prabandari dan Dinisari,  2007).

Sumber : 

 Novi kurniawati. Standar  akuntansi internasional: Harmonisasi versus konvergensi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar